Monday, July 19, 2010

Before the laptop...

Hi.


Saya sedang duduk, di depan laptop saya. Agak aneh juga situasinya, tapi saya menikmatinya.


Jarang saya online, di depan laptop, tanpa melakukan hal-hal lainnya, hanya merenung, sambil menunggu balasan chatting atau selesainya loading site yg sedang lemot karena kuota internet yg belum terisi. Dan bukan banyak loading tab situs, saya memakai Mozilla Firefox; cuma satu: facebook.


Tapi, sekali lagi, saya menikmatinya.


Seorang melankolis, yang lebih senang merenung.
Dan berpikir. Bagaimana? Apa? Lalu?
Sembari menunggu: bukan pekerjaan yang saya suka.


Kadang menghela napas.
Mencoba berimajinasi.
Bertanya mengapa begini.
Membayangkan seandainya.
Dan mentap satu jendela di layar laptop saya.
Menaikkan harapan.


Saya sedang menikmati ini.


GB

Thursday, July 8, 2010

Daniel Kurniawan is neither Daniel Radcliffe nor Harry Potter! Doh!

[Hi. If you're reading this from my FB-note, please click HERE! Thanks!]

So, whaddup guys?

Beberapa hari lalu adalah hari-hari yang saya nikmati dan sangat refreshing untuk memori saya. Tanya kenapa? Ada pelem2 Harry Potter diputar di tipi nasional! Ya, si penyihir itu. Bukan, bukan yang dahinya lebar kaya wajan penggorengan en matanya dilingkeri arang dapur en hobi pake item-item yg kemaren diprotes massa gara2 katanya ngaco en nipu hasil ramalan World Cupnya. Dan fyi, ketika pelem2 itu diputar, apalagi waktu seri kelima ditayangin di tipi, trending topic di twitter ditempati 'Dolores Umbridge' en 'Luna Lovegood' yang bikin semua orang luar negri jadi bingung kok bisa itu dua topik yang sedang trending.

Kalo sering maen sama saya sejak jaman SMP, pasti tahu bahwa Daniel Kurniawan adalah seorang Harry Potter mania. Yes. Saya adalah maniak serial-nya Potter yg ditulis Nyah Rowling. Hmmm... Sebentar, mungkin bukan maniak sebegitu maniaknya, dan saya kaga' mau dapet konotasi yg jelek dari kata ini. Fans. Mungkin itu kata yang lebih tepat.

Seorang maniak Harry Potter bakal:
  1. bikin tato geledek di dahinya, ato nekat nyetrum dahinya or membakar dahinya biar dapet tanda geledek itu.
  2. tebang pohon dan ukir sendiri wand-nya, entah pohon cabe or pohon semangka... :p Kemudian biar tambah sakti, tambahin ekstrak sisik kuda, rambut buaya, hati semut, or e*k kucing.
  3. latihan rutin Quidditch dengan keras, entah itu jadi bludger yg dengan sembrono pukul2 bola basket or jadi seeker yang cari2 telor walo bukan masa Paskah.
  4. mencoba merapalkan mantra-mantra sakti dengan kelinci percobaan, dan ketika mantra Avada Kedavra tidak berhasil, cara manual dengan mem-potek leher kelinci tampak sangat glorious.
  5. pura-pura pake robe, alias jubah, seragam Hogwarts di sekolahnya padahal cuma jas hujan sekali pake warna item, dan berakhir dengan dirinya dikira tukang becak.
  6. ngabisin berjam-jam berdiri dengan sapu terselip di selangkangan, berharap itu sapu bisa melaju setidaknya sedikit lebih cepat dari siput.
Well, saya tidak se-maniak itu. Saya ngefans dengan saga HP, dan saya punya lengkap ketujuh bukunya, plus tiga buku tambahan lainnya, dan beberapa majalah yang emang khusus untuk edisi HP. Tapi saya kaga pernah mencoba dengan bodohnya menjedot-jedotkan dahi saya yang seluas landasan pacu pesawat ke dinding supaya saya dapet tanda geledek di dahi saya (dan jerawat di dahi saya lebih menyakitkan daripada aksi jedot menjedot dahi ke dinding.) Saya punya dua wand alias pentung sakti punya Harry en Dumbledore, bonus dari majalah. Tapi saya kaga mencoba memasukkan ekstrak bulu hidung kecoa, maupun memaksa tongkat itu menyala kalo saya bilang Lumos waktu lampu mati. Terus, saya pasang beberapa poster HP di kamar tapi najis tralala kalo saya selalu mandang dengan penuh pesona dan seksama saking kagumnya tuh tiap poster tiap malam. Dan akhirnya saya punya celdam gambar mukannya Harry Potter lagi pose nyengir sambil pake pita kupu2 merah di rambut sebelah kiri. No, just kidding.

Jadi seorang fans dari sesuatu or seseorang lainnya itu menyenangkan. Kita bisa merasakan sensasi kagum itu, en yang positif adalah kita jadi semangat karena yang kita fans-i itu. Kita bisa saja terinspirasi; si dia atau sesuatu itu jadi panutan kita. Saya nge-fans. Dan pernah di-fans-i, keren toh, tapi menyakitkan juga. Bayangkan seseorang yg kamu pikir bakal suka denganmu ternyata cuman nge-fans, dan kemudian memutuskan utk tidak melanjutkan hubungan cintanya denganmu, karena itu bukan CINTA! Itu FANS. ADMIRASI sodaranya asmirandah... *phew* Loh jadi curhat colongan. Wkwkwkwk. Kembali ke masalah fans, sekali lagi, di awal saya berstatement: fans, bukan dan beda dengan maniak.

Hmmm... mungkin kalo ngomongin fans, sampe juga kita ke istilah idola. Buat saya hampir mirip sih. Kaya dondong dan duren: sama2 inisialnya D, jadi saya, duren dan dondong pun sama. :p Idola tu yang kita puja-puja, jadi sudah lebih tinggi dari fans. Kalo kita ngefans sekedar seneng, idola itu berarti kita sudah suuuuuueeeeeeneng, en bakal memujanya, ga peduli dia baek or jelek. Nah ini dia masalahnya, karena salah persepsi en kaga tau gimana cara kerja otak en hatinya (saya bilang hati, karena semua berasal dari hati), kadang orang mengidolakan sesuatu, or, tepatnya, seseorang, yg salah. Banyak kan, contohnya? En ini bisa dimanfaatkan buat cari pengikut tuh... dan semua sekte or cult yang sesaat berawal dari keahlian pemimpinnya memposisikan diri sebagai idola :p

Nah, kata idol sendiri memang berasal dari idol yg artinya ilah, sesembahan, allah. Wew. Memang. Mungkin perlu hati-hati juga kalo kemudian kita pake kata Idol, seperti merek tayangan di tipi yang terkenal itu Magelang Idol.... XD Jangan2 memang kemudian pemenang utamanya jadi idol, sesembahan, walopun kaga banyak orang yang bakal sampe ke ekstrim itu, tapi tetep saja ada yang kemudian sangat begitu amat demikian memujanya. Kalo sudah sampe sini, prihatin dah.

Hm. Lepas dari pemakaian kata itu, dan mungkin terlalu naif dan lugu kalo kemudian dengan saklek (baca: kolot dan kaku) melarang pemakaian kata idol ataupun idola (sama kolotnya dengan melarang seseorang hanya memakai kolor ketika nge-MC, dimanakah itu? :p), bagaimana kalo kita mulai lihat siapa, ato apa, yang selama ini kita 'idolakan' atau kita 'fans'-kan. Saya tidak pake kata maniak, karena itu konotasinya negatif. Loh, fans kan dari kata fanatik juga. Hmmm. Iya, tapi ameliorasi berlaku untuk kata ini (buat yg belom tau ameliorasi, itu bukan nama teman saya, coba deh cek dengan guru biologi kamu, pasti dia kaga bisa jawab). Dan pastinya, ketika berbicara tentang Siapa (dan bukan apa) yang kita sembah.

Eniwei, kalo pernah baca notes sohib saya yang ini maupun ini (kamu kudu jadi temen FB-nya dulu baru bisa baca), mungkin bakal bilang, 'Ah, Dankur ikut2an tuh notes.' Kaga. Tidak, kami tidak bacok2an maupun teol2an untuk berlomba menulis ini. Dia bilang, 'Kan pasti isinya beda.' Yes; betul.

Oke deh, after all, saya memang ngefans dengan Daniel Radcliffe, dan dengan rendah hati menyadari bahwa saya mirip dengan bulu keteknya dia. Tapi kesadaran semacam itu muncul kalo kondisi saya sedang koma dan merasa semua orang lain gila sementara cuma saya yang waras.

GBU!

NB: Saya mungkin tetap akan bersikukuh bahwa saya mirip Harry Potter... XD

Thursday, July 1, 2010

Manis, Asem, Asin, dan Rasa apa ini?

[ If you are reading this via FB, please click here. Enjoy the new layout of my blog :) ]

So. Whazzup? Sudah lebih dari sebulan saya tidak ngeblog, dan itu parah. Well, my life? It's so far been messy, busy, happy, lazy, dizzy, and all the -y words... :p Sementara saya merindukan apa yg saya impikan dan sebut sebagai liburan, saya berpura-pura liburan dan dengan tidak bertanggung jawab mengabaikan tugas-tugas saya. My apology.

Ok, cut the crap. Hari ini adalah salah satu contoh busy days for me. Pagi bangun dengan shocked, karena sudah jam 8, padahal janji bangun jam 7. Hmpf. Dari jam 8 lebih sampe jam 12 di skul, lokasi baru sekolah tempat bekerja saya, rapat. Selese langsung alih kerja jadi racer yang ngebut ke Salatiga. Dan so nice berangkat dihantar hujan, pulang disambut hujan. Jam 6.30 langsung melaju ke lokasi sekolah baru, untuk briefing lebih lanjut, setelah mandi di rumah, dan tetap saja hujan selalu kangen dan pengin lengket dengan saya.

Eniwe, yang bikin saya aneh adalah beberapa perasaan yang entah buat orang lain biasa-biasa saja, padahal ini ngefek cukup banyak ke saya. Ke otak, dan hati saya, I mean. Seperti biasa, saya bisa terlalu banyak dan serius berpikir, atau merasa, padahal itu so trivial for others.

Siang tadi saya mengikuti satu setengah kuliah, karena saya ijin pulang awal. Kuliah pertama benar-benar meledakan otak saya. Saya memforsir otak untuk memahami penjelasan dosen maupun diskusi dengan teman-teman. Tidak ada pemahaman. Saya cuman bilang ke rekan, waktu break, "Sumpah, saya merasa goblok banget di kelas tadi. Sekarang saya tahu perasaan murid saya yang waktu saya kasi tes sering ninggalin lembar jawab tes kosong. Tadi saya merasa jadi murid itu." Perasaan saya takut, bingung, bodoh, kecewa. Such a feeling.

Sebelum berangkat briefing, mama cuman tanya, "Dan, mau pergi lagi?" Saya cuman jawab singkat dengan kata Ho'oh dan frasa mau rapat. Mama sedikit mengeluh, "Yah, padahal sudah ta' beliin tahu campur." Saya merasa sedikit kasihan, senang, dan haru. Such a feeling.

Di sela-sela briefing, saya keluar, agak suntuk campur ngantuk campur lapeeer. Jadi saya dengan pede keluar sambil membawa kotak makan berisi gudheg itu. Saya berakhir duduk di serambi, menemani Pak Min, pesuruh tercinta di sekolah, sambil makan dan mengobrol. Dia bercerita tentang kerjaan, tentang sebulan tanpa rokok, tentang liburan kemarin di Pati, tentang pantai di Pati, tentang peyek jengking (don't ask me what it is). Hati saya bersyukur, haru, sedih, kagum, semangat. Such a feeling.

Selesei briefing, sementara rekan-rekan buru-buru pada pulang, saya melakukan beberapa hal: konfirmasi calon siswa yg dapet beasiswa ke ketua yayasan, rapiin barang-barang saya, beres-beres properti sekolah yang ditinggal di ruang itu, Semuanya berlalu dengan cepat, keburu-buru, dan sendiri kalau tidak akhirnya ditemani satu guru yang belum pulang. Saya cuma bingung, pengin duduk, merenung, atau ngelamun, heran, dan kecewa. Such a feeling.

Setelah sepuluh menit menembus angin malam yang bikin mata saya pedes gara-gara lensa yang sudah tidak bisa diajak kerja sama, saya sampe di rumah. Saya duduk, sambil sekilas nonton Take Celebrity Out yang ga mutu, dan cuma merasakan sesuatu, dan berpikir. Sambil bikin susu, plus ngehabisin bungkusan kecil susu jatah adik yang ga diminum, saya merasa dan berpikir. Sambil cuci muka, gosok gigi, cuci kaki, saya merasa dan berpikir. Dan sekarang, sambil ngetik lagi-lagi saya berpikir, sambil merasa, menyelidiki hati, dan menuangkan ini semua di postingan ini. Baru kali ini saya merasakan perasaan yang terakhir ini. Saya masih tidak tahu, perasaan apa ini sebenarnya. Aneh. Ya, aneh. Pertama kali. Such a feeling.

Perasaan saya hari ini = nano-nano. Manis asem asin. Tapi ada satu perasaan, yang terakhir, yang sampai sekarang masih belum bisa saya rasakan jelas. Indera perasa saya ini, not literally, masih belum bisa mengecap dengan benar. Perlu mengecap lagi. Entah karena saya tidak peka, atau ini rasa yang baru buat saya. Tapi for such a feeling, I really thank my Lord.

Terima kasih sudah membaca update blog ini yang saya sadari sangat absurd.

GBU