Tuesday, November 25, 2014

#HariGuru: Guru itu (Juga) Menginspirasi

Salah satu alasan kenapa saya jadi guru adalah karena saya terinspirasi guru-guru saya.

Inspirasi itu artinya ilham, seperti yang tertulis dalam KBBI. Sementara ilham sendiri bisa diartikan 'sesuatu yg menggerakkan hati untuk mencipta.' Kamus Merriam-Webster mencatat bahwa to inspire berarti 'to make (someone) want to do something' atau 'to give (someone) an idea about what to do or create.'

Kemarin hari guru, tapi tidak hanya di hari guru saja, saya mencoba memutar memori tentang guru-guru saya dari TK sampai kuliah yang sering memberikan inspirasi kepada saya. Saya sering teringat nama-nama guru yang pernah mengajar saya di kelas, baik yang keren maupun yang membosankan. Memang yang paling gampang diingat itu kejadian yang entah bikin sangat bangga atau sebaliknya kelewat jengkel, seperti ketika di SD saya dilempar penghapus karet atau rambut di dekat telinga saya ditarik (Bahasa Jawa, dijenggit) guru olah raga waktu itu.


Di TK, saya ingat seorang guru perempuan yang mendampingi saya ketika saya disiapkan untuk ikut lomba menggambar (dan mewarnai). Saya berlatih menggambar beberapa orang-versi-batang-korek-api-berperut-gembul sedang terjun payung, dan beliau memuji gambar itu. Saya ditemani beliau ketika hari perlombaan. Saya tidak menang gara-gara gambar bertema makan bersama saya tidak bagus, selain pewarnaannya tidak rapi, Bu Guru berkata dengan jujur bahwa gambar saya yang sebelumnya memang lebih baik. Terakhir saya bertemu dengan beliau, nama saya sudah tidak ada dalam ingatan saya; resiko seorang guru dengan banyak anak murid (atau sebaliknya resiko seorang murid yang tidak terlalu terkenal).

Saya pertama melihat sosok guru pria ketika saya duduk di bangku SD, yang berarti saya juga nantinya boleh bermimpi untuk jadi guru (mengingat di TK hanya ada guru wanita). Mereka sayangnya tidak banyak memberi saya inspirasi atau kenangan, selain satu wali kelas muda berkumis eksotis yang memberi teladan bagaimana menulis rapi. Saya ingat seorang guru wanita senior yang mengajar Bahasa Indonesia dan memaksa kami untuk benar-benar berpikir, mengeluarkan semua ide ketika ia meminta kami menulis essay sederhana tentang transportasi. Seorang guru wanita lainnya yang jadi wali kelas saya di kelas enam pernah memuji saya secara tidak langsung ketika saya membawa contoh dedaunan waktu mendapat tugas bercerita di depan kelas.


Kemudian ketika saya mulai memakai celana biru pendek, saya punya seorang guru matematika senior. Meskipun beliau mengajar dengan cara konvensional tapi kesabaran dan ketelatenannya dalam menjelaskan jadi sangat berkesan buat saya. Guru Bahasa Inggris SMP juga memberikan contoh mula-mula yang saya pahami sebagai creative teaching. Serta bagaimana menerjemahkan konsep yang susah menjadi sederhana, seperti menjelaskan beda to be dan do-does-did sebagai auxiliary verbs.

Seorang guru di SMA menolong saya bernalar dan menemukan sendiri rumus-rumus matematika ketika saya kesulitan (atau malas) menghapalnya. Itu strategi yang kemudian saya pakai ketika ujian: tidak menghapal seluruh rumus, cukup yang dasar (tapi entah kenapa saya tidak pernah sukses dalam pelajaran Fisika). In fact, saya menikmati setiap aha-momen ketika saya sukses membuktikan jawaban dengan rumus saya sendiri. Guru Bahasa Inggris saya juga lagi-lagi memberikan contoh creative teaching. Guru ini bernyanyi, menggunakan proyektor, menggunakan games, dan lainnya. Dan beliau membuka kesempatan buat anak-anak yang dirasa lebih cepat dalam belajar dengan memberikan latihan tambahan, tanpa saya merasa terbeban.


Ketika kuliah? Inspirasi itu tumpah ruah. Banyak dosen yang mengajak kami untuk terus berpikir kreatif. Meski tidak sedikit yang menggunakan metode ceramah yang konvensional, para dosen bikin mahasiswa mereka betah dan menikmati kuliah yang diikuti. Seorang almarhum dosen pernah berpesan supaya kami tidak malu memakai aksen Inggris kami sendiri, selama itu masih bisa dipahami, dan tidak perlu sok berbicara British English. Dosen yang lain menyampaikan di kelas, 'there's nothing wrong with your accent, Dan,' sementara saya merasa ragu karena sering mendapat komentar tentang aksen Javanese-English saya. Saya tidak bakal lupa ketika seorang dosen wanita senior menuliskan 'I really appreciate your hard work' di lembar jawab tes waktu itu, padahal nilai saya hanya 60-an yang katanya tertinggi kedua (atau ketiga) dari dua kelas paralel. Seorang dosen gaul terus mengingatkan bahwa guru tidak boleh ketinggalan jaman dan tinggal di dunia yang berbeda dari murid-muridnya. Banyak dosen lain membuktikan bahwa membangun relasi yang akrab dengan mahasiswa itu penting dalam menolong mahasiswa berjuang buat menikmati kuliah.

Jadi, inspirasi apa yang saya dapatkan dari mereka? Banyak! Kepedulian, ketelatenan, kesabaran, apresiasi terhadap siswa, meneladankan kreatifitas, mengajar dengan kreatif, tidak boleh ketinggalan jaman, dan terlebih, menginspirasi siswa. Mereka sukses untuk terus mendorong saya buat ikut memeriahkan dunia pendidikan di Indonesia, meski saya sekarang secara resmi tidak lagi punya jam mengajar di kelas.

Inspirasi apa yang kamu dapat dari guru-guru kamu? :)


Friday, November 21, 2014

(Sunday School Journal) Solomon's Wisdom

Selain (dulunya) mengajar di sekolah, saya juga menikmati mengajar di hari Minggu, a.k.a ngajar sekolah minggu.  Jadi, saya pengin sharing juga cerita dan pengalaman mengajar saya, itung-itung sebagai jurnal refleksi saya di kelas sekolah minggu.

By the way, saya tahun ini mengajar di Kelas 1, sesuatu yang baru karena notabene saya biasa ada di kelas besar, either pra-remaja atau kelas 4, tapi tahun ini saya memberanikan diri buat terjun di dunia anak-anak yang imut-imut, beberapa unyu-unyu, dan sisanya liar bin memprihatinkan (let me talk about what I mean with 'memprihatinkan' later, ya). Jadi, karena hal ini, sharing mengajar sekolah minggu selanjutnya lebih berhubungan dengan aktivitas untuk anak kelas kecil, meski tidak menutup kemungkinan saya membagikan ide untuk kelas besar.

Kemarin Minggu, kami membahas cerita tentang Raja Salomo, bagaimana dia lebih memilih hikmat daripada kekayaan, umur panjang maupun kekuasaan atau ketenaran. Lalu saya menyampaikan salah satu kisah yang terkenal dari Salomo: perebutan bayi.

Tadinya saya pengen pakai toga wisuda saya, plus bikin mahkota, supaya saya tampak seperti raja, tapi karena beberapa alasan, saya batal melaksanakan rencana ini. Alat bantu yang saya siapkan hanya gambar bayi, dan beberapa gambar hal-hal yang bisa saja dipilih Salomo, tapi tidak dia ambil, seperti gambar mahkota untuk lambang kekuasaan, roti ulang tahun sebagai lambang umur panjang, dan uang mewakili harta dan kekayaan.

Kami mulai dengan nyanyian dulu seperti biasa, kemudian persembahan, dan baru masuk ke dalam cerita. Well, saya mengatur meja memanjang ke belakang, seperti meja rapat, alih-alih satu arah ke depan seperti penataan konvensional di sekolah. Saya pengin anak-anak lebih nyaman berhadap-hadapan (dan nantinya mewarnai gambar) dan fokus pada saya lebih mudah.

Ketika mulai bercerita, saya mengawali dengan mereview cerita di beberapa pertemuan sebelumnya. Kami sudah membahas Yusuf, yang terkenal dengan mimpinya, dan ada Daud, Saul dan Yonathan. Hari ini, saya memancing keingintahuan anak-anak dengan bertanya kira-kira siapa raja baru yang merupakan anak Daud dan menggantikan ayahnya itu. No one answered correctly, but that's fine. Yang saya suka, banyak anak masih saja ingat kisah Yusuf dan Daud.

Kemudian saya menceritakan bagaimana dua ibu berebut bayi, dan bagaimana Salomo akhirnya memutuskan siapa ibu yang sesungguhnya. Ketika diusulkan bayi dipotong, anak-anak pun juga menyeletuk, 'Kasihan, nanti mati.'

Saya melanjutkan dengan menanyakan kenapa Salomo bisa hebat seperti itu. Memilih dengan benar. Dan masuklah saya ke cerita bagaimana Allah menawarkan mau mengabulkan permintaan Salomo. Saya meminta anak-anak untuk menutup mata, karena saat itu pun Tuhan menampakan diri lewat mimpi kepada Salomo. Sambil saya menunjukan satu persatu gambar tadi, anak-anak saya minta untuk mengintip. Tapi namanya anak-anak, dan karena mereka penasaran, ngintipnya cuma berhasil sekali, sisanya mereka melotot pengin tahu.


Dan akhirnya, untuk memberi tahu apa yang dipilih Salomo, saya membuka selembar kertas panjang yang saya tulisi kata HIKMAT. Satu anak berhasil menjawab dengan malu, 'Hikmat itu kebijaksanaan,' meski saya juga tahu mereka belum paham konsep hikmat maupun kebijaksanaan. Jadi saya memberikan contoh bagaimana jadi anak pintar saja tidak cukup, tapi perlu tahu mana yang baik dan mana yang jelek. Jadi nilainya bagus-bagus di sekolah, tapi kalau suka berkelahi atau suka merusak tanaman, itu tidak berhikmat.

Aktivitas minggu kemarin adalah memilih dan mewarnai gambar perbuatan yang baik untuk dilakukan. Seperti biasa saya ikutan mewarnai, supaya anak-anak semangat dan merasa bahwa ini pekerjaan bersama, dimana gurunya juga ikut mewarna.

Ketika mewarna, satu anak berkata, "Pak Guru, kata Bu Guru di sekolah, kalau mewarna itu satu arah. Kalau dari atas-ke bawah, ya terus begitu."


Kalau pengin mendownload aktivitas untuk anak kecil (TK - Kelas 3), bisa klik disini, sementara link ini untuk aktivitas kelas besar (Kelas 4 - 1 SMP). Bentuk file dokumen, dan jenis font bisa disesuaikan.

Next week, we're gonna talk about the story of how King Solomon built the Temple, but I won't be delivering the story.