Saya mengunjungi dokter gigi langganan saya pagi itu, satu-satunya
waktu saya bisa janjian dengan si dokter. Keluhan umum, gigi lubang, dan linu.
Minta dibersihin dan ditutup saja. Dokter gigi saya adalah teman saya, dan kami
sering sharing cerita. Alhasil pagi itu jadi sesi pemeriksaan sekaligus berbagi
curhat seperti biasanya.
Dia menasihati saya cara untuk merawat gigi saya. Dia kasih wejangan
supaya badan saya lebih utuh sehatnya, salah satunya dengan menjaga kebersihan
mulut dan gigi.
Beberapa chit-chat dan curhat lain berlalu, sampai pada
giliran dia curhat bahwa sudah lama dia menderita penyakit itu: panu. Saya shocked.
Saya tidak terima. Saya protes ke dia. Bagaimana mungkin seorang dokter, meski
dia spesialis gigi, tapi tidak merawat diri. Kotor. Tidak sehat.
Intinya saya tidak terima dan menganggap dia gagal sebagai
seorang dokter karena ternyata dia sendiri tidak utuh menjaga kesehatan
tubuhnya. Kemudian saya seketika itu juga pergi meninggalkan si dokter gigi, yang melongo karena saya ngeloyor pergi tanpa bayar.
Oke, terkesan lebay. Dan memang itu hanya fiksi. Tapi, pesan yang ingin saya sampaikan bukan khayal semata. #oposeh
Dasarnya, kami berdua sama-sama sakit. Tidak sehat. Butuh
disembuhkan, meski jenis penyakit yang mengganggu keutuhan sehatnya badan kami
berbeda. Tapi, kembali lagi, kami sakit.
Dan teman saya yang dokter punya niat yang baik. Menasihati
saya, dengan menunjukkan atau mengidentifikasi sakit saya serta memberikan
saran supaya saya bisa lebih menjaga kesehatan diri saya. Tapi saya? Entah terlalu
naif (1) menganggap bahwa dokter terlalu sempurna untuk tidak diijinkan sakit
atau harus 100% protektif terhadap dirinya sendiri, atau (2) ngeyel bahwa hanya
orang yang sempurna well-being-nya yang
boleh memberikan nasihat untuk hidup sehat bagi orang lain.
:)
Terkadang niat baik kita untuk mengidentifikasi dan
menunjukkan apa yang salah buat rekan kita dianggap sebagai niat judging yang
menyakitkan hati. Abaikan cara penyampaian, dan mari menganggap bahwa kita
sudah menyampaikannya dengan pendekatan yang tepat dan sopan.
Menyadari bahwa kita ini sama-sama manusia, yang memiliki
ketidaksempurnaan masing-masing dan level kebobrokan sendiri-sendiri, tidak
berarti kita kemudian tidak punya hak untuk memberikan komentar, masukan, dan
nasihat untuk orang lain.
Memang terkadang mereka terlalu sotoy untuk menasihati,
sehingga bisa saja terkesan judging, karena alih-alih mencoba ‘mendiagnosa’ dengan
lengkap dan mendengar cerita dari diri kita, mereka terlanjur asik dengan
segala pandangan mereka.
Mau jenis sakit dan penyebab sakitnya apa pun, naturnya sama. Tidak ada yang sempurna sehatnya. Bobrok sebagian,
atau malah sudah parah bobroknya. Rusak. Tidak pernah 100% baik. Berdosa. Dan
merindukan kesehatan. Kesembuhan.
Harus 100% baik baru boleh menasihati? Harus sinless dan
perfect baru boleh saling mengingatkan dan saling ‘menegur’ bahwa pola hidup
kita ini sedang mengarahkan kita untuk makin sakit? Atau malah, menutup mata,
menganggap bahwa semuanya baik-baik saja, dan tidak perlu saling mengingatkan
bahwa kita sakit (dan bisa jadi makin parah sakitnya), kemudian hanya mencoba fokus
pada hal-hal yang positif lainnya?
Hanya karena dokter gigi saya sakit (panuan), bukan berarti
dia tidak boleh memberikan masukkan kepada saya tentang bagaimana berupaya
lebih menjaga kesehatan (area mulut dan gigi) saya.
Saya berterima kasih untuk semua sahabat dan rekan yang
sudah membantu saya melihat bagian mana dari diri saya yang sedang tidak sehat,
dan terlebih berani menyampaikan dengan terang-terangan bahwa saya sakit.
Maaf kalau saya pernah membuat siapa pun di sekitar saya
merasa tidak nyaman bahkan sakit hati karena saya terlalu terang-terangan
menyampaikan hasil diagnosa saya, salah sasaran memberikan nasihat atau tidak
mulus pendekatannya untuk mengingatkan bahwa teman saya punya penyakit yang
harus dibereskan.
Saya hanya ingin kita semua berjuang, tidak menyerah melawan
penyakit kita. Jadi, terima kasih juga untuk semua sahabat yang mau berjuang
bersama, untuk makin sehat wal 'afiat.
Semua orang sudah berdosa dan jauh dari Allah yang hendak menyelamatkan mereka. ~ Roma 3:23
~
Tulisan ini didedikasikan untuk seorang dokter gigi, sahabat dalam Kristus yang tangguh. Yang tidak pernah kelewatan kesempatan untuk mengingatkan saya kebutuhan saya untuk terus rajin check-up dengan Dokter yang Agung itu.