Wednesday, November 23, 2016

Fantastic Beasts and Where to Find Them: Review dan Ini-Itu Lainnya.

[SPOILER ALERT]

2016 pastinya jadi tahun yang paling diantisipasi kaum Potterheads, atau sejujurnya para penyihir--termasuk saya--yang selama ini sukses menyembunyikan identitas rahasia mereka dari para Muggle. *uhuk* Harry Potter geeks sudah tidak sabar menunggu film terbaru dari dunia sihirnya Tante Rowling: Fantastic Beasts and Where to Find Them.


Yang menarik, dibanding delapan film pendahulunya, film ini bukan adaptasi penuh dari buku yang ada. Meski memakai judul yang sama dengan satu buku karangan JKR, tapi isinya banyak berbeda dari apa yang tertulis di buku. Potterheads sudah lama penasaran bagaimana buku tipis itu bakal jadi film sepanjang dua jam.

Ketika dulu saya, dan potterheads lainnya, kecebur di dunia sihirnya JKR, kami mungkin masih anak-anak atau remaja, dengan segala fantasi dan imajinasi saat itu, baik waktu baca buku maupun nonton adaptasi filmnya. Sekarang, ketika penggemar sudah tumbuh makin dewasa *ceileeee*, filmnya pun ikutan bernuansa lebih dewasa, tanpa menutup kemungkinan bahwa banyak potterhead baru juga muncul dari golongan anak-anak.

Alih-alih jadi film dokumenter fiksi tentang hewan-hewan sihir dari potterverse, FBAWTFT memuaskan excitement-nya Potterheads dengan kisah baru tentang si penulis buku, Newt Scamander, yang bertualang ke Amrik! Spin-off saga Harry Potter ini dikisahkan terjadi di tahun 1926, jadi jangan tanya kenapa si bocah berkaca mata dengan bekas luka di dahi itu tidak nongol! Dan ingat, film ini kanon dari bukunya: nyambung dengan universe dari saga Harry Potter (bandingkan dengan 8 film HarPot, itu adaptasi dari novel, jadi banyak elemen berubah atau dipersingkat, sementara yang ini beneran fresh dan nambahin elemen semesta sihirnya JKR).

Dan saya, sebagai salah satu potterheads juga ikutan jingkrak-jingkrak kegirangan ketika akhirnyaaa film ini nongol. Pre-release film ini, saya dengan setia mengikuti semua kisah pendukung yang ditulis JKR di Pottermore: background kisah sihir di Amrik (yang sempet bikin agak ribut), sampai sejarah berdirinya Ilvermorny, that american wizarding school! Akhirnya, film Ini jadi satu kado ulang tahun tersendiri buat saya. #eh Nostalgia abis, lah, ini film dengan potterverse.

Kembali tentang filmnya sendiri, saya menikmati plot cerita yang mengisahkan petualangan Newt di NY. Jadi kali ini, tidak ada ekspektasi maupun bayangan seperti apa plot dari petualangan Newt, karena tidak kisah dari novel yang diadaptasi (ingat, bukunya lebih seperti buku teks bacaan sekolah si Harry). Ekspektasi tentang beberapa jenis dan deskripsi makhluk yang sudah disebutkan di bukunya memang ada, selain karena sudah juga nonton trailer-nya. Tapi, we have no clue about who would appear in the story and what would happen then.


‘Puasa’ saya dengan potterverse cukup dipuaskan dengan film ini. Beberapa elemen sihir baru dikenalkan, dan mata cukup dimanjakan dengan visualisasi makhluk-makhluk sihir itu. Well, Niffler and Bowtruckle jadi favorit, lah, selain si Demiguise yang nongol belakangan. Yes, I—we, potterheads—want more creatures! Sembari nonton pun, sembari dengan seksama (sambil bertarung dengan mata yang micing-micing, gegara minus mata nambah) mengamati kali-kali ada easter eggs yang ngingetin dengan buku/ film pendahulunya.

Humornya segar. Film ini buat saya sukses mengenalkan dan menjelaskan karakter Hufflepuff lewat tokoh Newt, introduksi yang baik dari Tante Ro untuk satu asrama Hogwarts yang paling kurang banyak dieksplor ini. Tapiii, rasanya kok duet kocak no-maj/ muggle, Jacob, dan Queenie yang jadi love interest-nya malah yang kerasa lebih menarik perhatian saya. Newt jadi berasa kurang nendang, kurang wow (still, I love Redmayne’s act).

Another thing, pengenalan dan visualisasi Obscurus, entitas sihir baru di film ini, bikin saya agak mikir. Cukup lebay menurut saya, dan jadi berasa nonton film superhero, alih-alih film tentang sihir. Sekilas kepikir bahwa endingnya itu MACUSA officials’ Reparo + Newt’s amnesiac potion = Dr. Strange’s spell with that Eye of Agamoto. Forgive me. Efek abis nonton Stephen Strange. *minta digampar*

Saya suka FBAWTFT, tapi buat saya ini bukan film terbaik dari JKR maupun Yates. Salah saya: ekspektasi cukup tinggi. I wish the story were richer; the magical elements are rich tho. Mungkin perlu ada yang nampar saya, supaya saya sadar bahwa dua jam rentang waktu film ini tidak bisa dibandingkan dengan halaman-halaman novel yang bisa membebaskan batasan waktu, bahkan untuk buku tipis aselinya yang tidak sepenuhnya diadaptasi. I know I was wrong to compare Harry Potter and FBAWTFT. I know.

Salut saya selalu untuk JKR yang sukses menyebar clues sekaligus bikin potterheads gregetan-bin-penasaran karena banyak pertanyaan muncul di kepala. Tapi, seperti yang diingatkan JKR, masih banyak hal untuk dieksplor, mengingat ending installment ini bakal bersetting sembilan tahun sejak kasus Newt di NY ini. Yes, 1945. Oh, ya, saya kelupaan menyebutkan kalau bakal ada LIMA film dari franchise ini, ya? Yes, LIMA. *jingkrak-jingkrak lagi*

Jadi sekarang, saya bakal menunggu dengan sabar empat film selanjutnya yang bakal mengeksplorasi potterverse lebih luaaaas lagi. It’s gonna be in Paris next! Woohoo. JKR bakal ngenalin elemen-elemen baru, mungkin sekolah-sekolah sihir lainnya juga.

As for the creatures, I hope to see Lethifold, Quintaped, or Ramora in the next film!



Nox!