Wednesday, August 13, 2014

Happy birthday, Sabian!

Salah satu teman dekat saya itu Sabian.  Dan berteman--bersahabat--dengan Sabian itu menyenangkan, meski sesekali juga bikin geregetan.


Sabian itu pribadi yang kritis, dan dia tahu kapan untuk berucap dan bertindak. Dia cerdas, dan yang bikin kami banyak nyambung adalah karena dia pemikirannya sistematis. Kecuali ketika kami bercanda, Sabian menyampaikan ide dengan tertata saat kami serius berdiskusi. Dia sering membantu saya mengurai ide dan masalah yang saya share-kan. Sabian senang membaca dan belajar. *tos pantat sesama kutu buku*

Well, ya, Sabian suka bercanda, dan sering kelihatan kekanak-kanakan. Tapi buat saya, itu jadi modal yang bikin dia populer dan bisa membaur diantara para remaja. Dia orangnya ceria, dan rame. Dan dia juga orang yang rajin menjamah, eh, ramah. Ada keceriaan dan optimisme, dan itu yang dia tularkan ke orang disekitarnya. Tapi kembali, Sabian tahu kapan, dimana, dan bagaimana dia harus bertindak dan memposisikan diri ketika dia ada di situasi yang berbeda.


Awalnya saya risih ketika Sabian sering bercanda tentang saya. Gampang banget dia nyeletuk, making fun of me, dan ketawa (dan kadang meledak ketawanya), baik itu di kelompok kecil, atau di depan umum, seperti ketika dia menyampaikan materi! Dulunya saya pikir itu kurang ajar. Tapi saya kemudian mencoba melihat bahwa Sabian nyaman untuk melakukan hal itu, karena mungkin dia yakin bahwa saya tidak bakal tersinggung. Karena kami dekat, dan kami saling kenal, (cukup) banyak (semoga saya tidak ke-GR-an).

Sabian enak diajak curhat. Entah saya yang bercerita, atau dia yang menyampaikan curhatnya, saya menikmati setiap kesempatan bisa saling bertukar-dan-mendengarkan pengalaman dan pergumulan kami. Dan tidak tanggung-tanggung kami saling membuka diri dan percaya. Sabian tahu sisi gelap dan bobroknya saya, tapi tidak kemudian dia menjauhi atau membenci saya. Saya bersyukur karena Sabian orang yang terbuka, tetap mengasihi saya, dan mau jadi teman dekat saya. Tidak berhenti disitu, dia juga selalu mendukung saya untuk mau memperbaiki diri.


Banyak orang yang mencoba diam dan menerima kalau sahabatnya berbeda pendapat, tapi satu hal yang membuat saya salut dengan Sabian itu karena dia orang yang jujur dan terbuka. Tidak jarang dia menegur saya, jika saya salah, dan sebaliknya dia juga mau ditegur. Dalam beberapa hal, kami berbeda pendapat, dan tidak sejalan. Tidak sekali dua kali saja kami beradu argumen dan berakhir dengan keputusan yang berbeda. Tapi itu bukan alasan untuk kami tidak saling mendukung.


Lepas dari persahabatan kami, Sabian punya hati untuk pelayanan misi; dia memikirkan mereka yang masih belum kenal Tuhan. Pemikirannya dan ide-idenya banyak yang kemudian terarah ke hal ini. Kerasa banget bahwa dia punya komitmen di bidang ini, dan memang dia suka menularkan passion-nya ke orang-orang lain. Dia suka mengajak kami berdoa untuk para misionaris ataupun menceritakan cerita perjuangan mereka.

Hari ini Sabian merayakan ultahnya. Today is his big day. Happy birthday, Buddy! Tetap bertumbuh dan mengembangkan diri, plus semakin rendah hati untuk dipakai meninggikan nama Tuhan. Amen.



I remember once he thanked me for being there, knowing and listening to his up-and-down stories, and giving him support. I should have thanked him earlier for being one of my great friends. He indeed has the qualities of a true friend, and I thank God every time I remember him.

And by the way, Sabian sedang mempergumulkan satu keputusan untuk hari depannya: sekolah lanjut. Well, let's lift him up in our prayers. ;)

Sekali lagi, selamat ulang tahun, Kohbro Sabian!

Friday, August 8, 2014

Nostalgia bersama Doraemon

Masa kecil saya dibanjiri buku bacaan, entah majalah, tabloid, atau komik. Saya doyan membaca. Banget. Dan salah satu favorit saya itu Doraemon.

Saya tidak ingat seri berapa komik Doraemon yang pertama saya beli, antara seri satu atau tiga. Tapi sejak saat itu saya doyan baca cerita pertemanan antara robot kucing biru itu dengan Nobita cs.

Koleksi saya tidak lengkap untuk komik regulernya, tapi saya punya komik Doraemon seri petualangan, beberapa edisi pengetahuan, dan seri informasi alat-alat ajaibnya. Ada banyak yang secara fisik sudah rusak: sampul asli hilang, halaman lepas-lepas, kertas menguning, dan beberapa komik malah hilang! Bukannya tidak sayang dengan koleksi saya, saya (dan adik saya) sering membacanya, dan saya teledor, suka taruh sana-sini buku-buku saya.

Yes, cerita keseharian Nobita dan Doraemon ini cukup banyak mempengaruhi masa kecil dan pemikiran saya, bahkan sampai saat ini. Saya masih sering ngayal bahwa ada Pintu-Kemana-Saja yang bisa dengan sekejap memindah saya ke rumah teman saya yang ada di luar kota. Atau, terbang dengan Baling-Baling Bambu juga kedengaran menyenangkan. Plus Kain/ Selimut Waktu bakal bikin saya lebih nyaman karena saya bisa mengembalikan barang-barang yang sudah rusak.

Doraemon's Time Machine, Bamboo Copter, Time Cloth, and Anywhere-Door

Yang paling berbahaya, dan sering bikin pikiran saya kelewat berimajinasi--atau merenung--adalah Mesin Waktu. Seorang melankolis seperti saya ini ngarep bisa kembali dan memperbaiki kesalahan yang sudah saya bikin di masa lalu. Atau, kalau bisa ngintip ke masa depan, sisi perfeksionis saya bakal gembira karena saya bisa lebih prepare dan mengatur ini-itu. Tapi, alat canggih itu masih sebatas ada dalam literatur fiksi. Ngeri juga kalau butterfly effect beneran terjadi gegara kita mengubah sebagian kecil kejadian di masa lalu. Dan otak kita sering berharap jadi tuhan atas hidup kita sendiri dengan mengatur, memperbaiki, dan mengetahui apa yang bakal terjadi nantinya.

Salut dan applause saya untuk tim Fujiko Fujio yang berhasil menciptakan kisah yang tidak saja menghibur tapi juga memotivasi dan mengedukasi. Imajinasi yang dikisahkan dalam cerita Doraemon, saya pikir, bukan semata-mata khayalan untuk memukau dan bikin ketawa anak-anak. Jelas bahwa mimpi terhadap inovasi dan pengembangan tekhnologi sukses dipromosikan Pak Fujio dalam komik-komiknya. Juga pesan universal seperti kepedulian terhadap alam, persahabatan, toleransi, kecintaan terhadap budaya, dan kedamaian dunia juga banyak diulas. Ada nilai-nilai dan semangat yang ingin disampaikan dalam ceritanya. Mereka yang sadar bakal ikut merenung ketika mendapat pesan-pesan dari komik ini.

Tiap kali Nobita merengek minta bantuan, Doraemon bakal kasi gadget yang harapannya membantu Nobi, entah karena kemalasannya sendiri atau jadi korban bullying teman-temannya. Nobita ingin hidupnya sedikit lebih gampang dan enak, tapi ending-nya tetap saja ada masalah; Nobita tetep kudu berjuang sendiri. Nobita tetap harus belajar, dan sebenarnya terbukti kalau dia rajin, dia bisa.

Doraemon always tries to support Nobita.

Banyak chapter di komik yang menunjukan kecengengan Nobita, tapi tidak sedikit juga bagian dimana Nobita menunjukkan sisi pemberaninya, terutama di seri petualangan. Dan sebenarnya dia juga cowok yang bertanggung jawab. Dia punya tekad, dan mau berjuang untuk mewujudkan mimpinya: entah menikah dengan Sizuka, berani fight back ketika jadi korban bullying Giant atau Suneo, atau belajar rajin supaya dapat nilai bagus. Hal-hal itu yang ingin dipesankan komik Doraemon, selain inspirasi persahabatan Doraemon-Nobita, kepada para pembacanya.

Those who love Doraemon would agree that their favorite scene is Doraemon's farewell, yang sukses bikin saya, honestly, berkaca-kaca. Yang mengikuti komiknya pasti tahu adegan mengharukan dimana Doraemon harus balik ke masa depan, dan Nobita pengin membuktikan bahwa dia bisa berjuang dan survive sendiri, bahkan mengalahkan Giant. And he did it. Ada satu panel komik itu, dimana dua sahabat itu melewatkan malam bersama; Doraemon menunggu sampai Nobita bisa beristirahat. Di pagi harinya, Nobita sudah tidak lagi bisa menyapa Doraemon, atau menangis minta dia mengeluarkan alat ajaibnya.


8 Agustus tahun ini jadi momen yang paling ditunggu penggemar Doraemon: film Doraemon terbaru, Stand by Me. Entah seperti apa jalan ceritanya, yang jelas, trailer yang sudah muncul menayangkan beberapa scene yang terkenal dari cerita di komiknya, termasuk perjuangan Nobita dan Sizuka di masa depan dan perpisahan Doraemon-Nobita (yang lagi-lagi cukup bikin haru). Akankah film ini masuk Indonesia? Well, saya sih berharap saya (puas) nangis harunya nanti di bioskop, bukan (terpaksa) nonton bajakannya. *crossing fingers*


Dan saya menulis posting ini dalam rangka menyambut film itu, sambil bernostalgia dengan cerita si robot kucing biru. :)





Sunday, August 3, 2014

Eulogi untuk Emak

DK: "Besok ultah (Nico--adik saya), Emak mau bikinin apa?"
Emak: "Es sarang burung."
DK: "Haee? Dari apa?"
Emak: "Dari sarang burung, toh. Ayo temeni Emak cari sarangnya sekarang."

Dan kami pergi keluar, (pura-pura) cari sarang burung, sambil saya excited buat cari sarang beneran dan terus penasaran bagaimana cara mengolahnya jadi es.

Memori masa kecil ini yang paling saya ingat dari emak/nenek saya, selain ingatan saya dimana Emak ngajarin saya cari undur-undur, main kelereng, nerbangin layang-layang, dan lainnya. She never failed to ignite my curiosity.

Emak Song (saya dari dulu manggil beliau dengan nama ini, alih-alih Emak Swan, dan tidak tahu darimana saya dapat nama itu) dulu sering pergi main, vacation, ke Jogja. Biasanya Emak bakal siapin bekal masakan dari rumah, nanti di tengah main-main di Jogja, kalu kami kelaparan, bakal berhenti cari tempat teduh, terus kami makan di dalam mobil.

As I grew up, saya ingat sering main ke rumahnya Emak yang notabene tidak jauh dari rumah ortu saya. Saya suka ngabisin waktu, sambil 'mengemis' makanan disana kalau lauk di rumah habis, sampai Emak hapal hobi saya main ke rumahnya kalau tidak tidur siang ya numpang makan. Kadang juga kalau disana tidak ada makanan, dulu ketika Emak masih sehat, beliau rela masakin saya mi instan atau telur goreng. Jadi rumah Emak itu semacam rumah kedua.

'DK, kamu dekat sama Emak kamu?' itu yang ditanyakan beberapa teman ketika bertemu di rumah duka kemarin.

Well, beliau satu-satunya orang tua dari papa mama saya yang bisa saya kenal dan punya memori bersama. Suami Emak sudah lama meninggal. Sementara ortu dari papa saya juga sudah meninggal ketika saya masih bayi. Kata orang nenek-kakek itu sayang (banget) sama cucu-cucunya. Dan itu benar untuk Emak. Saya tidak bisa banyak cerita hal-hal pribadi saya ke beliau, meski di beberapa kesempatan saya juga bertukar cerita dan pikiran dengan Emak.

Satu yang saya ingat Emak sering katakan, 'Nda usah neko-neko, toh, Dan,' ketika saya minta atau berulah yang macam-macam. She lived with simplicity. Saya pernah mencuri dengar ketika Emak bercerita tentang kerabat yang sedang ada masalah dengan dirinya, beliau coba untuk tetap tenang, tidak terprovokasi, dan tidak mendendam. Dan yang jelas dia itu tidak suka pamer atau pun cari perhatian.

Emak itu disayang anak dan cucu-cucunya, dan dia juga sebaliknya sayang kami. Dan saya yakin emak sudah bisa senyum dan sehat lagi di Sana. A piece of our heart now lives in Heaven.

You'll be greatly missed, Grandma.