Tuesday, December 9, 2008

Ironi: Belajar Mendengarkan(?) dan Keadilan(?)

Mendengarkan: hear or listen?

Mana yang lebih mudah dilakukan? Mendengarkan atau berbicara. Keliatannya orang Indonesia paling lemah, dan buruk sekali (including me thus) skill listening mereka: mendengarkan, menyimak, memperhatikan, mempersilahkan (dan memberikan kesempatan) orang lain berbicara sementara kita dengan sabar dan cermat mendengarkan.

Pagi ini, SMAKI sudah heboh dengan kasus baru. Ada orang tua yang datang, waktu kami baru saja selesai renungan, kemudian langsung berbicara dengan keras, dan 'kurang sopan', mulai menyebut2 nama guru yang terlibat di kasus Senin minggu lalu ketika anak2 pada bingung ga bisa ikut ujian. Dia langsung nyerocos, ngata2in dua guru yang jadi korban (dan diriku cuma bisa kasihan, ga berani ikut2an, en malah nambah ricuh suasana dengan suara batuk2 diriku yang mirip kodok kegencet).

Dia memprotes kenapa harus dipersulit, harus susulan kalo tidak bisa mbayar (ya iya, lah! Duh!), padahal kalo dipikir dengan bijaksana ga ada salahnya juga susulan, kan memang ini sebuah bentuk kasih: dengan mendisiplinkan en membantu meringankan beban administrasi ortu, seperti yang sudah dibahas di postingan kemaren. Si ortu ini terus menerus membombardir dengan protesan dia, kata2 kerasnya, sementara rekan2 guru mau menjawab tidak dikasih kesempatan. Dia sudah keburu berteriak sebelum rekan2 saya bisa menyelesaikan satu kata...

Menyedihkan banget, ternyata ada orang yang ga mau membuka pikirannya, mencermati dan menerima dengan baek. Tapi sudah keburu marah2 duluan. Kasihan. Pantes Indonesia ga' bisa maju2, lah wong: yang dibawah merasa kurang en ketindes, tapi cuma bisa nuntut en nuntut banyak yang di atas, tanpa berbuat apa yang dia bisa; sementara yang diatas cuma ketawa, nyengir, en makan duit haram.

Aku tadi waktu pipis (penting ya disampein) cuman bisa mikir satu hal yang pernah diungkapin sama mantan presiden Amerika, tapi aku lupa yang mana: Jangan bertanya apa yang bisa diberikan negara padaku, tapi tanyakan apa yang bisa aku berikan pada negara.

OK, let's change the word 'negara' with other words like: gereja, sekolah, masyarakat, kelompokku, orang tuaku, anakku... Waduh. Susah ya? Duh!

Eniwe, kembali ke masalah tadi, ortu yang macam ini memang berbahaya, mereka cuman denger2 rumor ga jelas, nyorotin yang jelek2, terus ga ngasih saran, cuma bisa ngomel en nggerutu, en malah ngancem, 'Kalo mau, saya bakar saja sekolahnya. Paling saya cuma dipenjara, saya ga takut.' Waduh! Statement nekat! Dipenjara saya ga' takut. Ini cocok banget kalo mau gabung dengan forum teroris. Mereka berani mati en dipenjara buat hal yang dirasa baik bagi mereka sendiri, padahal dianggep merugikan bagi yang lain.

'Coba bayangkan gimana susahnya hidup? Apa bapak/ibu belom pernah merasakan punya anak? Sementara kita banting tulang, dapet uang sedikit, tapi masih dituntut buat bayar ini dan itu...'

Pak, Bu, siapapun yang pernah merasa seperti itu, mari berpikir sejenak.

  • Sini, saya liat hape Anda, bandingin dengan Hape saya. Bagusan punya siapa? Anda malah mungkin punya dua. Saya cuman satu, sudah butut lagi. Berarti yang lebih penting tu Hape daripada ...
  • Anda berangkat naek motor, atau malah naek mobil. Eh, saya aja ni motor punya bos papa saya, dipinjemin buat kerja. Anda mungkin malah bisa muter2 pacaran naek motor. Saya prihatin kalo mau pergi2 naek motor. Mending bensin diirit (sekalian ngurangin global warming). Berarti motor memang jadi prestige, gengsi. Punya dan naek motor jauh lebih keren daripada ga sekolah... ckckck.
  • Saya memang belom punya anak. Tapi saya pernah merasakan jadi anak dimana ortu saya kepepet en ga punya uang untuk bayar kuliah. Lalu? Saya banting tulang juga mengusahakan beasiswa.
  • Pak, Bu, Sodara, emang Anda tahu gaji kami disini? Sedikit, Pak, Bu, Sodara. Saya cuma miris hatinya kalo mbayangin rekan2 yang masih harus kos. Menyedihkan. Puji Tuhan saya masih tinggal sama ortu di Magelang.
  • Pak, Bu, Sodara. Anda merokok? Berapa uang yang sudah Anda bakar? Kenapa tidak mendingan Anda simpan, tabung, itung2 buat investasi masa depan?
  • Anak2ku, pernah mikirin betapa kerja keras ortu kalian tu sebegitunya, sampai mereka bisa ngeluh? Kenapa tidak mencoba kita menghargai kerja keras mereka dengan belajar lebih rajin.
Betewe, anehnya, si ortu yang tadi emang sudah melepaskan 'keluhannya', dan mengherankannya, si anak ga sadar, en ga mau berubah juga dari dulu. Ckckck... Ironi. Keadilan. Apa Anda juga menuntutnya?

1 comment:

Anonymous said...

yah.....dah bayaran e dikit, korban perasaan pula....teacher always takes the blame of this s***.....